Monday, January 24, 2011

Ane punya SIM, gan!

Ya, walaupun sudah menjadi pengendara motor sejak 4 tahun silam, saya belum teregistrasi secara resmi oleh negara.

Sebenarnya saya ingin banget punya SIM, namun selalu ada berjuta alasan yang membuat hasrat itu tertunda. Apalagi kalo bukan rumor sulitnya mendapatkan SIM? Banyak opini bilang kalo sulit dapat SIM hanya dengan 1 kali tes. Kalo mau lancar, ya lewat jalur belakang. Tapi dasar saya yang waktu itu berhati nurani kenceng (Abis pulang dari camp ESC soalnya), it's a Big No No buat yang namanya nyogok aparat lewat jalur belakang. Sayapun selalu bertekad untuk one day dapetin SIM dengan cara murni. Termotivasi juga dengan pengalaman adik saya, Fendi yang pernah membuat SIM C di Daan Mogot dan langsung jadi dengan 1 kali tes tanpa harus nyogok!

Dasar saya orang sibuk, rasanya sulit sekali mengatur waktu untuk tes ke Daan Mogot dapetin SIM C. Selain shifting dari seorang mahasiswi menjadi Pegawai Negeri Sipil, dalam kurun waktu tersebut saya juga dimutasi ke KPP Teluk Betung, Bandar Lampung. Alhasil makin sulit untuk ambil tes SIM C di Jakarta. Sebenarnya ada opsi mudah, yakni ambil tes SIM di Bandar Lampung. Tapi kan saya tidak punya KTP Bandar Lampung. Saya tidak mau beralih dari KTP Jakarta ke Bandar Lampung, apalagi punya KTP ganda! Kan, ada ada aja alasan yang membuat saya untuk punya SIM.

Waktu pun berlalu. Sampai suatu ketika saya pun mendapat Surat Tugas hari Rabu-Jumat kemarin (19-21 Januari 2011) untuk membuar laporan SAI UAKPA di Kanwil (Satu gedung sebenarnya, cuma beda lantai). Dan.. Thanks God! Kerjaan saya sudah selesai di hari Kamis (tepatnya maksa ngebut supaya bisa ke Jakarta hari Jumatnya). Pulang kantor, saya pun memesan tiket Damri untuk keberangkatan jam 10 malam (dan sempat pula aerobik. hehee). Sebenarnya saya tidak biasa menunggu Surat Tugas (Wong jarang juga dapet) untuk bisa ke Jakarta di hari Jumat karena hampir setiap bulan absen saya diisin dengan keterangan PSW (Pulang Sebelum Waktunya) dengan konsekuensi tunjangan dipotong sebesar 1,25%. api berhubung TMT 1 Januari 2011 diberlakukan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS  saya jadi berhati-hati dan berusaha dengan sangat untuk tidak PSW. Dan, thanks God! Surat Tugas datang tepat pada waktunya! Saya pun gunakan kesempatan emas ini untuk membuat SIM.

Hujan mewarnai Jumat pagi setiba saya di stasiun Gambir. Berhubung buat SIM harus datang pagi-pagi (dan ngejar jam sholat Jumat juga), saya mengatur waktu supaya mami saya datang menjemput di Gambir dan kami sama-sama berangkat ke Daan Mogot. Tapi emang dasar si Kubil (nama sebenarnya Hasan)! Supir yang akan mengantar kami ke Daan Mogot itu bisa-bisanya telat! Alhasil nunggu dia datang dan menjemput mas Debby (relasi ibu saya yang akan meng-guide kami membuat SIM) membuat jadwal berantakan. Kamipun mengganti spot untuk ketemuan di Mal Ciputra (karena hujan deras, saya pun naik taksi dan 25 ribu saya melayang. Hiks!)

Oia, saya lupa menjelaskan. Berangkat dari kegiatan saya sebagai orang yang super sibuk #uhuk!, dengan berat hati saya memutuskan untuk nembak SIM. Memang seperti berpindah prinsip dan menebalkan hati nurani, namun apa boleh buat. Kejadian jatoh dari motor yang terakhir kali saya alami beberapa hari yang lalu (dan sudah saya alami beberapa kali tentunya) meneguhkan hati saya bahwa saya harus punya SIM. Kan saya harus punya payung otoritas, yaitu pemerintah. Tapi herannya, saya memakai jalan belakang untuk dapat payung otoritas tersebut. Aneh memang. Tapi ya, ditambah lagi sehari sebelum saya berangkat membuat SI,M, pemandangan pagi hari waktu itu dihiasi dengan rombongan polisi yang bertengger di pinggir jalan yang biasa saya lewat (dan saya belum pernah liat polisi razia di sana). Makin kuatlah alasan saya untuk membuat SIM segera dan dengan cara instan pula. Sedih bercampur lega dengan keputusan yang saya ambil, saya pun komat kamit supaya Tuhan mengampuni cara saya. Oh, God bless me please!

Oke, sekarang lanjut ke cerita saya membuat SIM. Kira-kira pukul 10 pagi, akhirnya kami sampai juga di Ditlantas Polda Metro Jaya. Pertama-tama saya membeli formulir di loket dekat kantin dan membayar 20 ribu. Setelah itu saya masuk ke ruangan sebelah untuk tes kesehatan (tesnya cuma baca huruf yang ada di depan yang puji Tuhan karena mata saya normal, dapat saya lakukan dengan mudah). Untungnya lagi saya sudah membawa pulpen hitam dan pensil 2 B (padahal tidak sengaja saya iseng-iseng bawa). Jadinya saya tidak perlu mengeluarkan 3 ribu untuk membelinya seperti yang dilakukan oleh Bang Hasan (Ikutan bikin SIM juga karena SIM udah 5 tahun mati. Cakep!). Masuk ke gedung utama, Mas Debby pun ngobrol dengan polisi petugas yang kebetulan mengurus pembuatan SIM adiknya (lewat jalur belakang). Ngobrol-ngobrol, akhirnya keluarlah tarif yang berlaku: SIM A 550 ribu, SIM C 525 ribu. Alamak! Bisa buat beli tiket PP Jakarta-Singapore itu mah! Tapi yah, apa boleh buat.. Dengan berat hati saya keluarkan 10 lembar uang kertas berwarna merah dan menyenggol lengan mami saya (minta sisanya digenepin! Hehee). Yang kesian si Bang Hasan. Karena SIM B1 nya tidak bisa diperpanjang dan harus dibuat baru, ia dikenakan tarif 750 ribu! Sungguh ter..la..lu. Cerdiknya Bang Hasan menolak dan memutuskan menunggu pembuatan SIM saya di luar (yang akhirnya pas pulang diketahui Bang Hasan ketemu calo yang dengan bayar 300 ribu bisa perpanjang SIm tapi downgrade ke SIM A. Tapi katanya gapapa lah, toh dia ga bakal ambil trayek truk Bakauheni-Merak lagi! ~ becanda).


Dengan membawa lembaran formulir hasil tes (KTP saya baru dan belum di fotokopi lagi!), saya pun diantar ke guide yang akan membimbing saya melewati proses pembuatan SIM. Saya naik ke lantai dua dan masuk ke ruangan untuk mengerjakan tes tertulis. Di sini lucu deh! Pas saya seriusnya mengerjakan soal, si petugas mondar mandir sambil nanya saya sudah mengerjakan berapa soal. Ga cuma sekali! Rada risih, tapi ya sudah saya konsen ke soal saya. Dipikir-pikir soal tertulis tidak sulit. Tapi saya pikir pasti ada aja alasan supaya tidak lulus kalo tidak lewat jalur belakang (Astajim! Saya suudzon! #tepokjidat). Tiba-tiba si bapak nyeletuk; "Ya, Defi.. Uda mau jam 11, pengen cepet pulang kan?" "Iya, Pak", jawab saya. Siapa sih yang ga mau buru-buru foto, dapat SIM, dan terbebas dari perasaan-bersalah-karena-ga-punya-SIM ini? "Nah, itu dijawab cepat aja." "Maksudnya Pak?" "Ya, hitamkan aja semuanya asal.". Mikir sebentar dan akhirnya ngeh~ "Oh! Oke, Pak!" (sambil asal menghitamkan dengan pola jawaban A-B-C-D yang berbeda. Eh, si Bapak malah nyeletuk: "Udah, hitamkan saja semuanya huruf B ya Def.." Gubrak! Dasar emang kalo uda ada pelicin, proses uda kaya jalan tol! Sedih sebenarnya kok negara saya punya administrasi seperti ini. Tapi yah, saya tidak munafik kalo saya secara tidak langsung mendukung kegerakan mafia ini :(

Keluar ruangan, saya diantar ke lapangan tempat ujian praktik. Saya memang tidak akan test drive karena selain hujan, saya kan pake jalur belakang (bukan sombong nih). Guide saya yang bernama Pak Bahri menyerahkan uang 25 ribu. Katanya supaya saya kasih ke petugas untuk memperlancar proses. Geez! Yah, mau apa lagi. Saya toh sudah masuk ke perangkap mereka. Saya ikuti, dan bapak loket ujian praktek menyuruh saya ke loket 9. Hosh! Lumayan jauh juga tuh loket, saya pun disuruh ke lantai dua untuk input data SIM yang akan dibuat. Setelah itu balik ke loket 9 dan akhirnya ambil foto. Selesai foto, pergi ke loket 30 (Pusing dah bolak balik! Jadi inget pendaftaran tes STAN jaman dulu). Akhirnya.. Taaraaaa!!! Jadi deh SIM yang dibuat! Saya pun tidak melewatkan momen tersebut untuk eksis, langsung update status facebook:
Yeay! Finally after years, ane punya SIM gan! setidaknya resolusi yang tertunda terjadi juga di awal tahun 2011. Nice shot! Thanks, God! :D

Pulang dari Daan Mogot ke Bandara Soekarno Hatta untuk menjemput adik saya Fendi yang baru pulang liburan di Jogjakarta. Dan sebelumnya pun saya terima email kalo Visa Korea Selatan saya sudah di-approve! Oh, life's good! Thanks, Jesus! :)

No comments:

Post a Comment